"Jauh sebelum Eropa terbuka matanya mencari dunia baru, warga pribumi
Nusantara hidup dalam kedamaian. Situasi ini berubah drastis saat
orang-orang Eropa mulai berdatangan dengan dalih berdagang, namun
membawa pasukan tempur lengkap dengan senjatanya. Hal yang ironis, tokoh
yang menggerakkan roda sejarah dunia masuk ke dalam kubangan darah
adalah dua
orang Paus yang berbeda :
Pertama, Paus Urbanus II, yang mengobarkan perang salib untuk merebut Yerusalem dalam Konsili Clermont tahun 1096.
Dan yang kedua, Paus Alexander VI.
Perang
Salib tanpa disadari telah membuka mata orang Eropa tentang peradaban
yang jauh lebih unggul ketimbang mereka. Eropa mengalami
pencerahan
akibat bersinggungan dengan orang-orang Islam dalam Perang Salib ini.
Merupakan fakta jika jauh sebelum Eropa berani melayari
samudera, bangsa Arab telah dikenal dunia sebagai bangsa pedagang pemberani yang terbiasa melayari samudera luas hingga ke
Nusantara. Bahkan kapur barus yang merupakan salah satu zat utama dalam ritual pembalseman
para
Fir’aun di Mesir pada abad sebelum Masehi,didatangkan dari satu kampung
kecil bernama Barus yang berada di pesisir barat Sumatera tengah.
Dari pertemuan peradaban inilah bangsa Eropa mengetahui jika ada satu wilayah di selatan bola
dunia yang sangat kaya dengan sumber daya alamnya, yang tidak terdapat di belahan dunia
manapun. Negeri itu penuh dengan karet, lada,dan rempah-rempah lainnya, selain itu Eropa juga
mencium adanya emas dan batu permata yang tersimpan di perutnya. Tanah tersebut iklimnya
sangat bersahabat, dan alamnya sangat indah. Wilayah inilah yang sekarang kita kenal dengan
nama Nusantara.
Mendengar
semua kekayaan ini Eropa sangat bernafsu untuk mencari semua hal yang
selama ini belum pernah didapatkannya. Paus Alexander VI pada tahun 1494
memberikan mandat resmi gereja kepada Kerajaan Katolik Portugis dan
Spanyol melalui Perjanjian Tordesillas. Dengan adanya perjanjian ini,
Paus
Alexander dengan seenaknya membelah dunia diluar daratan Eropa
menjadi dua kapling untuk dianeksasi. Garis demarkasi dalam perjanjian
Tordesilas itu mengikuti lingkaran garis lintang dari Tanjung Pulau
Verde, melampaui kedua
kutub bumi. Ini memberikan Dunia Baru—kini
disebut Benua Amerika—kepada Spanyol. Afrikaserta India diserahkan
kepada Portugis. Paus
menggeser garis demarkasinya ke arah timur sejauh 1.170 kilometer dari Tanjung Pulau Verde.
Brazil
pun jatuh ke tangan Portugis. Jalur perampokan bangsa Eropa ke arah
timur jauh menuju kepulauan Nusantara pun terbagi dua. Spanyol berlayar
ke Barat dan Portugis ke Timur,keduanya akhirnya bertemu di Maluku, di
Laut Banda.
Sebelumnya, jika dua kekuatan yang tengah berlomba
memperbanyak harta rampokan berjumpa tepat di satu titik maka mereka
akan berkelahi, namun saat bertemu di Maluku,Portugis dan Sanyol mencoba
untuk menahan diri.Pada 5 September 1494, Spanyol dan Portugal membuat
perjanjian Saragossa yang menetapkan garis anti-meridian atau garis
sambungan pada setengah lingkaran yang melanjutkan garis 1.170 kilometer
dari Tanjung Verde. Garis itu berada di timur dari kepulauan Maluku, di
sekitar Guam.
Sejak itulah, Portugis dan Spanyol berhasil
membawa banyak rempah-rempah dari pelayarannya. Seluruh Eropa mendengar
hal tersebut dan mulai berlomba-lomba untuk juga
mengirimkan
armadanya ke wilayah yang baru di selatan. Ketika Eropa mengirim
ekspedisi laut untuk menemukan dunia baru, pengertian antara
perdagangan, peperangan, dan penyebaran agama Kristen nyaris tidak ada
bedanya. Misi imperialisme Eropa ini sampai sekarang kita kenal dengan
sebutan “Tiga G”: Gold, Glory, dan Gospel. Seluruh penguasa, raja-raja,
para
pedagang, yang ada di Eropa membahas tentang negeri selatan yang sangat kaya raya ini. Mereka
berlomba-lomba
mencapai Nusantara dari berbagai jalur. Sayang, saat itu belum ada
sebuah peta perjalanan laut yang secara utuh dan detil memuat jalur
perjalanan dari Eropa ke wilayah tersebut yang disebut Eropa sebagai
Hindia Timur. Peta bangsa-bangsa Eropa baru mencapai
daratan India,
sedangkan daerah di sebelah timurnya masih gelap. Dibandingkan Spanyol,
Portugis lebih unggul dalam banyak hal. Pelaut-pelaut Portugis yang
merupakan tokoh-tokoh pelarian Templar (dan
mendirikan Knight of
Christ), dengan ketat berupaya merahasiakan peta-peta terbaru mereka
yang berisi jalur-jalur laut menuju Asia Tenggara. Peta-peta tersebut
saat itu merupakan benda yang paling diburu oleh banyak raja dan
saudagar Eropa.
Namun ibarat pepatah,
“Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga”, maka demikian pula dengan peta
rahasia
yang dipegang pelaut-pelaut Portugis. Sejumlah orang Belanda yang telah
bekerja lama pada pelaut-pelaut Portugis mengetahui hal ini. Salah satu
dari mereka bernama Jan Huygen van Linschoten. Pada tahun 1595 dia
menerbitkan buku berjudul Itinerario naer Oost ofte Portugaels
Indien, Pedoman Perjalanan ke Timur atau Hindia
Portugis,
yang memuat berbagai peta dan deksripsi amat rinci mengenai jalur
pelayaran yang dilakukan Portugis ke Hindia Timur, lengkap dengan segala
permasalahannya. Buku itu laku keras di Eropa, namun tentu saja hal ini
tidak disukai Portugis. Bangsa ini menyimpan dendam pada orang-orang
Belanda.
Berkat van Linschoten inilah, Belanda akhirnya mengetahui
banyak persoalan yang dihadapi Portugis di wilayah baru tersebut dan
juga rahasia-rahasia kapal serta jalur pelayarannya. Para pengusaha dan
penguasa Belanda membangun dan menyempurnakan armada kapal-
kapal
lautnya dengan segera, agar mereka juga bisa menjarah dunia selatan yang
kaya raya, dan tidak kalah dengan kerajaan-kerajaan Eropa lainnya.Pada
tahun 1595 Belanda mengirim satu ekspedisi
pertama menuju Nusantara
yang disebutnya Hindia Timur. Ekspedisi ini terdiri dari empat buah
kapal dengan 249 awak dipimpin Cornelis de
Houtman, seorang Belanda
yang telah lama bekerja pada Portugis di Lisbon. Lebih kurang satu tahun
kemudian, Juni 1596, de Houtman
mendarat di pelabuhan Banten yang
merupakan pelabuhan utama perdagangan lada di Jawa, lalu menyusur pantai
utaranya, singgah di Sedayu,Madura, dan lainnya. Kepemimpinan de
Houtman sangat buruk. Dia berlaku sombong dan besikap semaunya pada
orang-orang pribumi dan juga terhadap sesama pedagang Eropa. Sejumlah
konflik menyebabkan dia harus kehilangan satu perahu dan banyak awaknya,
sehingga ketika mendarat di Belanda pada tahun 1597, dia hanya
menyisakan tiga kapal dan 89 awak. Walau demikian, tiga kapal tersebut
penuh berisi rempah-rempah dan benda berharga lainnya.Orang-orang
Belanda berpikiran, jika seorang de
Houtman yang tidak cakap memimpin
saja bisa mendapat sebanyak itu, apalagi jika dipimpin oleh orang dan
armada yang jauh lebih unggul.
Kedatangan kembali tim de Houtman
menimbulkan semangat yang menyala-nyala dibanyak pedagang Belanda untuk mengikut jejaknya. Jejak Houtman diikuti oleh puluhan
bahkan ratusan saudagar Belanda yang mengirimkan armada mereka ke Hindia Timur.
Dalam
tempo beberapa tahun saja, Belanda telah menjajah Hindia Timur dan hal
itu berlangsung lama hingga baru merdeka pada tahun 1945..
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking