Toleransi dalam bahasa agama adalah tasamuh. Istilah toleransi ini
janganlah didramatisir, dibuat suatu konsep sedemikian pula lalu
mecampur aduknya. Jadi sudah ada petunjuk jelas di dalam agama, mana
yang boleh dan mana yang tidak boleh. Dalam Islam ada ajaran aqidah
(iman), syariah (Islam), dan akhlak (ihsan). Akhir-akhir ini memang
banyak orang memberikan makna toleransi sengaja agar masyarakat tidak
faham. Ada orang yang sengaja mendistorsi makna toleransi dengan tujuan
tertentu sehingga membuat makna toleransi menjadi rancu. Sehingga ada
suatu kelompok yang mengusulkan pada saat bulan suci Ramadan umat
Nasrani boleh mengadakan shalat tarawih kemudian buka bersama di dalam
Gereja. Ini secara faktual memang ada upaya, dengan dalih kerukunan umat
beragama. Dalam kesempatan ini kami menjawab, bahwa hal seperti itu
tidak boleh. Haram. Sebab yang ingin dibangun oleh Islam dalam hal
toleransi adalah masalah-masalah sosial, misalnya ketika orang terkena
musibah, atau problem yang menyangkut masalah kemanusiaan, umat Islam
tidak mempermasalahkan. Ketika kita bertetangga dengan orang non muslim,
kemudian dia sakit, kita boleh membesuk, kita boleh membawa oleh-oleh
untuknya. Atau ketika dia punya hajat mantu, kita boleh untuk menyumbang
(Jawa:buwuh). Atau ketika umat Islam menemui orang yang sedang
kecelakaan harus menolong dan tidak perlu menanyakan terlebih dahulu
agamanya apa. Jadi secara kemanusiaan, umat Islam memberikan toleransi
untuk saling menolong dan membantu yang membutuhkan bantuan. (Al
Maidah:2) Ketika menyangkut masalah aqidah dan syirik Islam sangat
tegas, sebagaimana ditegaskan dalam surat Al Kafirun : 1-6.
Jadi jika
umat Islam diminta untuk hadir dalam acara natalan, MUI (Majelis Ulama
Indonesia) telah mengeluarkan fatwa pada tanggal 7 Maret 1981 yang waktu
itu ketuanya Buya HAMKA, dengan tegas menyatakan bahwa menghadiri
natalan bersama adalah haram. Dan keputusan hukum itu sampai sekarang
tidak dicabut. Jadi kalau umat Islam sapapun dan mempunyai jabatan
apapun jika diundang oleh umat Kristiani, haram menghadirinya. Mengamini
doa umat lain yang berkeyakinan beda, yang mempunyai tuhan berbeda,
jika kita mengamini, berarti menyetujui mereka, inilah yang menjurus
kepada perbuatan syirik. Rasulullah SAW bersabda : Ad du’aa’u muhhul
ibaadah (doa adalah otaknya ibadah). Kalau kita cermati kegiatan doa
bersama ini adalah merupakan taktik, dan merupakan skenario global, yang
tujuan utamanya adalah merusak aqidah umat Islam di Indonesia yang
mayoritas. Karena mereka tidak akan mungkin memeranginya dengan fisik,
karena akan sia-sia. Untuk itu, umat Islam harus memahami betul,
sehingga tidak salah dalam bersikap. ( Al Hujurat : 13)
Ayat ini
jelas, tetapi banyak yang mempolitisir oleh anak-anak muda kita terutama
meraka yang menamakan diri kaum liberal, liberalisme, sekularisme,
pluralisme agama. Yang mereka menerjemahkan lita’aarofuu (saling
mengenal), orang yang ingin mengenal harus masuk ke dalam kaum itu.
Sehingga mereka memaknai bahwa orang Islam boleh menjadi panitia natal,
orang Kristen boleh menjadi panitia Maulid. Inilah penafsiran yang
keliru. Dan perlu diketahui di Indonesia sekarang ini ada sistem
penafsiran yang disebut Hermenetika, yakni sistem penafsiran Al-Qur’an
yang mendasarkan filsafat dari Yunani yang diusung oleh orang-orang
Nasrani, karena Bibel ada ketidakjelasan bahasa aslinya. Sistem ini
berangkatnya dari keraguan, sehingga kalau diterapkan dalam menafsirkan
al-Qur’an pun juga harus ragu terlebih dahulu. Dalam aqidah Islam, orang
Islam tidak boleh tidak percaya kepada Al-Qur’an. Kalau seorang muslim
ragu kepada satu ayat saja dalam Al-Qur’an bahkan satu huruf saja, maka
orang ini dinamakan al Khuruuj minad diinil Islaam (keluar dari agama
Islam). Orang Islam tidak boleh ragu terhadap Al-Qur’an. Karena
Al-Qur’an sejak dahuu sampai sekarang orisinil, sesuai yang diterima
Rasulullah Muhammad SAW. Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan
kepada Muhammad SAW, dengan perantara Malaikat Jibril yang disampaikan
kepada umatnya yang mutawatir, yang terjaga dari dusta.
Dari sini
saya kira kita sudah mempunyai gambaran secara umum, bahwa ketika kita
berbicara masalah aqidah, dan ibadah maghdhoh, tidak boleh
dicampuradukkan. Jika seorang muslim yang menjadi pejabat diundang
mereka sebagai pengayom, saya kira hadir boleh saja, tetapi tentu yang
hanya seremonial saja dan hati-hati jangan sampai mengikuti bagian dari
ibadah mereka. Sehingga kalau meniup lilin kemudian doa bersama, harus
dihindari, karena ini sudah termasuk syirik. Tetapi bagi kita muslim
yang tidak mempunyai jabatan apa-apa, untuk apa menghadiri? toh kita
Jumatan tidak pernah mengundang mereka. Umat Islam shalat Ied juga tidak
pernah mengundang mereka. Tarawih juga tidak pernah mengundang mereka.
Dan agama selain Islam, cara ibadahnya tidak begitu jelas, karena mereka
tidak punya kitab fiqih. Sehingga natalan, menyanyi dengan diiringi
instrument itulah ibadahnya. Namun kalau umat Islam jelas perbedaannya,
misalnya halal bihalal, bukan termasuk ibadah maghdhah. Jadi Islam ini
agama yang mencakup seluruh segala aspek. Ibadahnya saja sudah diatur,
yakni ada yang maghdhah dan ghoiru maghdhah.
Di Indonesia memang
banyak faham-faham yang disebarkan, sebagian mereka adalah sengaja
diberi beasiswa ke luar negeri yang mereka dicekoki oleh faham-faham
tertentu sehingga menjadikan Indonesia yang sudah damai ini, diusik.
Bagaimana umat Islam yang mayoritas ini aqidahnya keropos. Ini memang
ada unsure kesengajaan. Ini sangat berbahaya, karena banyak umat Islam
sendiri yang tidak faham akan ajarannya, mereka lebih cenderung kepada
duniawi, mereka mengejar terus untuk mencapai perekonomian yang tinggi
walaupun dengan berbagai cara. Produk-produk disebarkan kepada kita,
tetapi tidak jelas mana yang halal mana yang haram. Ini memang disengaja
agar muslim yang terbesar di Indonesia ini lemah, karena mereka takut
akan kebangkitan umat Islam dari Indonesia. Jadi umat Islam dalam
toleransi harus mengukur, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh.
Yang bersifat sosial umat Islam harus banyak wawasan keagamaan,
kebangsaan dan pembangunan. Wawasan keagamaan untuk mengetahui
hukum-hukum keagamaan sehingga tahu mana yang boleh mana yang tidak
boleh menurut agama, mana yang haram, mana yang dianjurkan. Wawasan
kebangsaan, untuk mengetahui sejauh mana kita bisa bergaul dengan non
muslim dan masyarakat pada umumnya yang sesuai dengan ajaran agama dan
hukum Negara. Wawasan pembangunan adalah kita harus punya cita-cita
untuk menjadi lebih baik di masa yang akan datang, punya komitmen
membangun bangsa dan Negara. Kita harus cinta tanah air sebagai NKRI,
tetapi kita juga harus tetap cinta kepada agama kita. Jangan sampai
karena konsep pembangunan,lalu luntur keimanan, hancur akhlak kita.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking