Deursoek hierdie blog

MERAYAKAN TAHUN BARU MASEHI, DAN MENGUCAPKAN KATA SELAMAT TIDAK ADA TUNTUNANNYA DALAM AQIDAH ISLAM, MAKAUMAT MUSLIM DIWAJIBKAN MENJAGA AQIDAH TAUHID AJARAN ISLAM,







Merayakan tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu muslim lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana sabda Nabi صلي الله عليه وسلم:

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.” [1]

Ibnu Baththol رحمه الله mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Imam Al Hasan Al Bashri رحمه الله mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.[2] Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau mungkin lebih dari itu?!


1. HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 41

2. Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 1/38, Asy Syamilah


Perayaan malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?! Masya Allah sangat banyak sekali jumlah uang yang dibuang sia-sia. Itulah harta yang dihamburkan sia-sia dalam waktu semalam untuk membeli petasan, kembang api, mercon, atau untuk menyelenggarakan pentas musik, dan sebagainya. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27)
Imam Ibnu Katsir رحمه الله mengatakan, “Allah ingin membuat manusia menjauhi sikap boros dengan mengatakan: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” Dikatakan demikian karena orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal ini.
Ibnu Mas’ud رضي الله عنه dan Ibnu ‘Abbas رضي الله عنهما mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar.” Imam Mujahid رحمه الله mengatakan, “Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu bukanlah tabdzir (pemborosan). Namun jika seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir (pemborosan).” Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.” [1]


1.     Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 5/69, pada tafsir surat Al Isro’ ayat 26-27


Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang bermanfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” [1]
Ingatlah bahwa membuang-buang waktu itu hampir sama dengan kematian yaitu sama-sama memiliki sesuatu yang hilang. Namun sebenarnya membuang-buang waktu masih lebih jelek dari kematian.
Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim رحمه الله, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.” [2]
Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman:
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَاءكُمُ النَّذِيرُ
“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (QS. Fathir: 37).
Imam Qotadah رحمه الله mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.” [3]


1.     HR. Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if  Sunan Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shohih.
2.     Al Fawa’id, hal. 33
3.     Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6/553, pada tafsir surat Fathir ayat 37.

Sudah dapat dipastikan bentuk kegiatan acara keramaian menyambut tahun baru Masehi sudah dipersiapkan oleh berbagai fihak. Mulai dari yang sangat sederhana sampai bentuk yang kolosal.
Seperti di Ancol, Monas, dan HI (HOTEL Indonesia), disertai pagelaran berbagai acara yang super mubazir. Maka Muslim di berbagai kota besar inilah tip menghadapi tahun baru Masehi 2015, agar tidak terjerumus kedalam perbuatan yang sangat fasad (merusak) :
Menjelang malam tahun baru Masehi 2015, jangan pergi kemanapun, tetap tinggal di rumah bersama seluruh keluarga. Tidur lebih awal. Jangan larut malam. Matikan semua lampu di rumah, kecuali lampu tertentu. Diantaranya dapur dan kamar mandi. Sebelum tidur banyak melakukan ibadah. Berdzikir, beristighfar, memohon ampun kepada Allah Azza Wa Jalla. Kemudian shalat, membaca dan mentadzaburi al-Qur’an, dan saling tausiah (menasehati) diantara keluarga.

Jauhi dan jauhkan hal-hal yang membuat qalbu (hati), pikiran, dan berbagai amal yang dapat merusak diri dari taqarrub (mendekatkan diri) dan mahabbah (mencintai) kepada Allah Azza Wa Jalla. Karena, begitu banyaknya acara, melalui sarana-sarana yang ada, membuat seorang Muslim, bisa jatuh ke dalam perbuatan maksiat. Apalagi, jangan sampai terjatuh ke dalam perbuatan syirik akbar, seperti ikut merayakan tahun baru Masehi. Karena ini tidak akan pernah diampuni oleh Allah Azza Wa Jalla.
.Mengingat dan merenungkan kondisi saudara-saudara Muslim kita yang menghadapi musibah dan fitnah oleh kafir musyrik, dan perang diberbagai negara yang sangat kejam, dan menyebabkan jutaan kematian, dan jutaan lainnya menjadi pengungsi dengan penderitaan mereka. Tak layak Muslim ikut merayakan acara perayaan ‘musyrik akbar’ tahun baru Masehi. Karena, kaum Masehi yang sudah sangat kejam membunuhi saudara-saudara kita di berbagai tempat, terutama di Palestina. Perlu diingat syirik perbuatan yang paling dibenci oleh Allah Azza Wa Jalla.
Mengingat kondisi kaum muslimin di Jerusalem, khususnya Masjidil al-Aqsha yang sekarang diduduki oleh kafir musyrik (Yahudi dan Nasrani), yang menginjak-nginjak tempat suci kaum Muslimin. Kafir musyrik (Yahudi dan Nasrani) telah menghancurkan al-Aqsha yang menjadi tempat suci Muslim, dan kiblat pertama bagi umat Islam. Maka, ikut dalam hura-hura tahun baru Masehi, membuat hati seorang Muslim menjadi keras, dan tidak lagi peka terhadap kondisi yang dihadapi oleh bangsa Palestinia.
Larut dalam acara perayaan tahun baru Masehi di berbagai tempat acara itu, sama halnya kita menyetujui dan mendukung serta ridho dengan segala perbuatan dan tindakan kafir musyrik (Yahudi dan Nasrani) yang sudah menghancur- leburkan kehidupan Muslimin di berbagai negara. Tidak layak dan tidak bermoral ikut bergembira di tengah penderitaan bangsa-bangsa Muslim di seluruh dunia, akibat kekejaman dan kejahatan kafir musyrik, yang mereka menari-nari diatas tumpukan mayat, cucuran darah, dan air mata Muslim.
Maka, sambutlah tahun baru Masehi ini dengan tidak meninggalkan rumah, dan tidak menonton acara apapun, yang terkait perayaan tahun baru Masehi. Termasuk acara tahun baru yang penuh maksiat dan kedurhakaan yang digelar media telivisi nasional. Dengan cara ini kaum Muslimin akan dilindungi dan terselamatkan dari murka Allah Azza Wa Jalla.



Jagalah AQIDAH TAUHID Kamu Sekalian..' . Jangan Ucapkan kata 'Selamat' Pada BERHALA KAFIR . Jangan Pula ikut Merayakannya..!!!
Sesungguhnya masih banyak dari Saudara-saudara kita sesama ummat islam yang belum tau atau belum sadar akan BAHAYA dalam RITUAL PERAYAAN MALAM PERGANTIAN TAHUN, atau biasa di sebut perayaan MALAM TAHUN BARU. Dalam hal ini menyangkut Pergantian Kalender Tahun MASEHI. .
Bahkan yang lebih Gawatnya lagi.. hampir sebagian besar dari ummat islam terjebak dalam ke-ikutsertaan pada ritual Malam Penyambutan Tahun baru ( 1 Januari), mereka berpesta pora, meniup terompet, membakar mercon dan kembang api, minum Alkohol / bermabuk-mabukan, hura-hura, zina, berkumpul bersama lawan jenis yang bukan mahram, dan berbagai perbuatan Maksiat lainnya ikut terjadi pada setiap Ritual Malam tahun baru itu. .

Namun .. Apakah di antara kita , atau para Saudara-saudara kita sesama ummat islam yang Paham dari Makna di balik Ritual Kaum Kafir tersebut ..?
Adakah kita mengetahui sejarah Asal-usul dari Ritual Musyrik ini ...? .

Asal muasal Ritual Malam Tahun Baru . . Awal muasal tahun baru 1 Januari jelas adalah berasal dari praktik penyembahan kepada dewa matahari oleh Bangsa Romawi Kuno. Kita ketahui semua perayaan Romawi pada dasarnya adalah penyembahan kepada dewa matahari yang disesuaikan dengan gerakan matahari. . Sebagaimana yang kita ketahui, Romawi yang terletak di bagian bumi sebelah utara mengalami 4 musim dikarenakan pergerakan matahari. Dalam perhitungan sains masa kini yang juga dipahami Romawi kuno, musim dingin adalah pertanda ’mati’ nya matahari karena saat itu matahari bersembunyi di wilayah bagian selatan khatulistiwa. . Sepanjang bulan Desember, matahari terus turun ke wilayah bahagian selatan khatulistiwa sehingga memberikan musim dingin pada wilayah Romawi, dan titik tterjauh matahari adalah pada tanggal 21-22 Desember setiap tahunnya. Lalu mulai naik kembali ketika tanggal 25 Desember. Matahari terus naik sampai benar-benar terasa sekitar 6 hari kemudian.

. Karena itulah Romawi merayakan rangkaian acara ’Kembalinya Matahari’ menyinari bumi sebagai perayaan terbesar. Dimulai dari perayaan Saturnalia (menyambut kembali dewa panen) pada tanggal 23 Desember. Lalu perayaan kembalinya Dewa Matahari (Sol Invictus) pada tanggal 25 Desember sampai tanggal 1-5 Januari yaitu Perayaan Tahun Baru (Matahari Baru). Termasuk pada ritual pergantian kalender tersebut adalah "pesta ulang tahun baru" bagi kaum paganis (penyembah berhala) Romawi untuk memuja Dewa Janus, yaitu dewa penjaga pintu gerbang yang digambarkan bermuka, yang satu selalu tersenyum menghadap ke depan, dan yang lain menghadap ke belakang dengan muka muram .

Menurut English Wikipedia, perayaan tahun baru Masehi adalah : . “The Romans dedicated New Year’s Day to Janus, the god of gates, doors, and beginnings for whom the first month of the year (January) is also named. After Julius Caesar reformed the calendar in 46 BC and was subsequently murdered, the Roman Senate voted to deify him on the 1st January 42 BC [1] in honor of his life and his institution of the new rationalized calendar [2]. The month originally owes its name to the deity Janus, who had two faces, one looking forward and the other looking backward. This suggests that New Year’s celebrations are founded on pagan traditions.” . [1] Warrior, Valerie M. (2006). Roman Religion.

Cambridge University Press. p. 110. ISBN 0-521-82511-3 . [2] Courtney, G. Et tu Judas, then fall Jesus (iUniverse, Inc 1992), p. 50. . Terjemahannya adalah : . “Orang-orang Romawi men-dedikasikan hari perayaan Tahun Baru kepada Janus, dia adalah dewa segala pintu gerbang, pintu-pintu dan permulaan waktu yang mana namanya juga adalah nama dari bulan pertama dalam setahun, Januari. Setelah Julius Caesar menyusun sistem kalendar (Masehi) pada 46 BC dan ia dibunuh setelah itu, anggota Senat Romawi memutuskan untuk meresmikannya pada 1 Januari 42 BC untuk mengenang hidup Julius Caesar dan menghormati penyusunannya terhadap sistem kalender baru yang rasional.

Bulan pertama didedikasikan pada nama dewa Janus yang mempunyai 2 wajah, 1 menghadap ke depan (mengindikasikan masa depan, pent) dan 1 menghadap ke belakang (mengindikasikan masa lalu, pent). Ini mengindikasikan perayaan Tahun Baru didirikan atas dasar kepercayaan pagan.” . http://en.wikipedia.org/wiki/New_Year%27s_Day . Nama Dewa Janus tidaklah asing dalam kesusasteraan paganisme. Ia adalah BERHALA sembahan kaum Pagan para penyembah syaitan sejak zaman Yunani kuno. Sejarah pemuliharaan budaya penyembah syaitan ini pun sudah ada semenjak zaman Hermaic (3600 SM) dan dikawal oleh kumpulan paganisme Freemason. Freemason sengaja menyuburkan budaya ini agar umat manusia, khususnya ummat islam mengalihkan perhatiannya dari agama kearah penyembahan satanisme. Na'udzubillahi Min Dzalik ..! .

Dewa Janus sendiri adalah sesembahan kaum Pagan Romawi, dan pada peradaban sebelumnya di Yunani telah disembah sosok yang sama dengan nama dewa Chronos. Kaum Pagan, atau dalam bahasa kita disebut kaum kafir penyembah berhala, hingga kini biasa memasukkan budaya mereka ke dalam budaya kaum lainnya, sehingga terkadang tanpa sadar kita telah mengikuti mereka. Sejarah pelestarian budaya Pagan (penyembahan berhala) sudah ada semenjak zaman Hermaic (3600 SM) di Yunani. .

Kaum Pagan sendiri biasa merayakan tahun baru mereka (atau Hari Janus) dengan mengitari api unggun, menyalakan kembang api, dan bernyanyi bersama. Kaum Pagan di beberapa tempat di Eropa juga menandainya dengan memukul lonceng atau meniup terompet. . Sedangkan menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan New Year’s Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan kekurangan pangan selama setahun penuh. .

Bagi orang Kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa , tahun baru Masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi. . Bagi orang Persia yang beragama Majūsî (penyembah berhala api), mereka menjadikan tanggal 1 Januari sebagai hari raya mereka yang dikenal dengan hari Nairuz atau Nurus. .

Penyebab mereka menjadikan hari tersebut sebagai hari raya adalah, ketika Raja mereka ‘Tumarat’ wafat, ia digantikan oleh seorang yang bernama ‘Jamsyad’, yang ketika dia naik tahta ia merubah namanya menjadi ‘Nairuz’ pada awal tahun. ‘Nairuz’ sendiri berarti tahun baru. Kaum Majūsî juga meyakini, bahwa pada tahun baru itulah, Tuhan menciptakan cahaya sehingga memiliki kedudukan tinggi. .

Kisah perayaan mereka ini diriwayatkan dan diceritakan oleh Ulama besar, al-Imâm an-Nawawî dalam kitab Nihâyatul ‘Arob dan al-Muqrizî dalam al-Khuthoth wats Tsâr. Di dalam perayaan itu, kaum Majūsî menyalakan api dan mengagungkannya –karena mereka adalah penyembah api. Kemudian orang-orang berkumpul di jalan-jalan, halaman dan pantai, mereka bercampur baur antara lelaki dan wanita, saling mengguyur sesama mereka dengan air dan khomr (minuman keras). Mereka berteriak-teriak dan menari-nari sepanjang malam. Orang-orang yang tidak turut serta merayakan hari Nairuz ini, mereka siram dengan air bercampur kotoran. Semuanya dirayakan dengan kefasikan dan kerusakan...! .

Maka jika kita melihat perayaan tahun baru, maka di situlah kita dapat melihat nilai-nilai Yahudi di dalamnya. Meniup trompet misalnya, terompet adalah alat ciptaan Yahudi. Budaya meniup trompet ini merupakan budaya masyarakat Yahudi ketika menyambut kedatangan Rosh Hasanah atau tahun baru Taurat yang jatuh pada bulan ketujuh atau tarikh 1 bulan Tishri dalam kalendar Ibrani kuno .

Hal ini pun terpampang dalam Alkitab Imamat 23; 24 ; . “Katakanlah kepada orang-orang Isra’el, begini: Dalam bulan yang ketujuh, pada tanggal satu bulan itu, kamu harus mengadakan hari cuti penuh yang diperingati dengan meniup terompet, yakni hari pertemuan kudus” --. (Imamat 23:24) . Pada malam tahun baru, masyarakat Yahudi melakukan muhasabah diri dengan tradisi meniup shofarot sebuah alat musik jenis trompet. Bunyi Shofarot adalah sama bunyinya dengan terompet kertas yang dibunyikan kebanyakan penyambut di malam Tahun Baru. .

Dan merupakan Adat-kebiasaan Orang-orang Romawi ketika merayakan Tahun Baru ini dengan kegiatan berjudi, mabuk-mabukan, bermain perempuan dan segala tindakan maksiat-keji penuh nafsu kebinatangan diumbar disana. Persis seperti yang terjadi pada saat ini. . Ketika Romawi menggunakan Kristen sebagai agama negara, maka terjadi akulturasi agama Kristen dengan agama pagan Romawi. Maka diadopsilah tanggal 25 Desember sebagai hari Natal, 1 Januari sebagai Tahun Baru dan Bahkan perayaan Paskah (Easter Day), dan banyak perayaan dan simbol serta ritual lain yang diadopsi. .

Bahkan untuk membenarkan 1 Januari sebagai perayaan besar, Romawi menyatakan bahwa Yesus yang lahir pada tanggal 25 Desember menurut mereka disunat 6 hari setelahnya yaitu pada tanggal 1 Januari, maka perayaannya dikenal dengan nama ’Hari Raya Penyunatan Yesus’ (The Circumcision Feast of Jesus) . Bahkan setelah di teliti tanggal 25 Desember itu bukan hari kelahiran Yesus, tapi hari Natal dua dewa terkemuka pada masa purba, yaitu Dewa Matahari bangsa Roma yang dikenal dengan perayaan Solis Invictus (matahari yang tak terkalahkan) dan Dewa Mithras (dewa matahari kebenaran dan kebijakan). .

Untuk menyesuaikan dengan hari perayaan Penyembahan Berhala yang populer pada saat itu itu, para misionaris Kristen mengadopsi perayaan Natal Dewa Matahari dan Dewa Mitra tanggal 25 Desember sebagai Natal Yesus. Inilah misi Kristenisasi agar para Paganis (penyembah Berhala) ikut beralih menjadi penganut Kristen. Karena sudah terlanjur jadi tradisi Kristen, maka tanpa malu-malu, sejak abad ke-4 Masehi Gereja Katolik mencaplok tanggal 25 Desember sebagai Hari Natal Yesus Kristus. Enam hari setelah Natal 25 Desember, tibalah tahun baru Masehi tanggal 1 Januari. Umat kristiani biasa menggabungkan ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru. Yang Konyol-nya.. Tak sedikit dari umat Islam yang latah terjebak promosi kekafiran dengan mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru Masehi...!!! . NA'UDZUBILLAHI MIN DZALIK ....!!! .


 PANDANGAN ULAMA AHLU SUNNAH TERHADAP RITUAL KAFIRIN ..! . Komisi Fatwa Saudi Arabia (Al-Lajnah Ad-Daimah lil-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wal-Ifta’) dalam Fatawa nomor 20795 menyatakan bahwa mengucapkan Selamat Tahun Baru Masehi kepada non muslim tidak boleh dilakukan oleh seorang Muslim karena perayaan tahun baru tidak masyru’ (tidak disyariatkan).” Fatwa ini ditandatangani oleh: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Alu Syaikh, Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayan, Syaikh Shalih Al-Fauzan, dan Syaikh Bakr Abu Zaid. .

Senada itu, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, dengan tegas menyatakan bahwa umat Islam dilarang mengucapkan Selamat Tahun Baru Masehi (Miladiyah), karena ia bukan tahun syar’i. Bahkan apabila memberi ucapan selamat kepada orang-orang kafir yang merayakan hari raya Tahun Baru, maka orang ini dalam keadaan bahaya besar berkaitan dengan hari-hari raya kekafiran. . Karena ucapan selamat terhadap hari raya kekafiran itu berarti senang dengannya dan mensupport kesenangan mereka, padahal senang terhadap hari-hari raya kekafiran itu bisa-bisa mengeluarkan manusia dari lingkaran Islam, sebagaimana Ibnul Qayyim rahimahullah telah menyebutkan hal itu dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz-Dzimmah. --. (Kitab Liqoatul Babil Maftuh, juz 112 halaman 6).

Ulama, Ibnul Qayyim berkata, “Adapun memberi ucapan selamat kepada simbol-simbol khusus kekafiran, (hal tersebut ) adalah haram menurut kesepakatan ulama…” --. (Kitab Ahkamu Ahlu Ad-Dzimmah, 1/441). . Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili dalam situsnya juga mengharamkan ucapan Selamat Tahun Baru Masehi karena perbuatan tersebut termasuk tasyabbuh (meniru kebiasaan & ritual orang kafir) kepada kaum Kristen yang mana mereka saling mengucapkan selamat ketika awal tahun baru Masehi. Tasyabbuh dengan mereka diharamkan oleh Rasulullah Shallallahu'Alayhi Wassallam : .

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” --. (HR. Ahmad dan Abu Daud). . Rasulullah Shallallahu'Alayhi Wassallam sudah mewanti-wanti umatnya tentang bahaya tasyabbuh terhadap orang Persia, Romawi, Yahudi dan Kristen. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya. Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang biawak, pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” --. (HR. Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri).

  Mudharat & Kerusakan bagi muslim yang Merayakan Tahun Baru Masehi. .

* Kerusakan Pertama:
Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan ‘Ied (Perayaan) yang Haram ! .
* Kerusakan Kedua: Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir..! .
*Kerusakan Ketiga: Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru..! .
*Kerusakan Keempat: Terjerumus dalam Keharaman dengan Mengucapkan Selamat Tahun Baru..! . *Kerusakan Kelima: Meninggalkan Perkara Wajib yaitu Shalat Lima Waktu. .
*Kerusakan Keenam: Begadang Tanpa Ada Hajat...! .
*Kerusakan Ketujuh: Potensi Terjerumus dalam Zina..! .
*Kerusakan Kedelapan: Mengganggu Kaum Muslimin & masyarakat umum. . *Kerusakan Kesembilan: Meniru Perbuatan Setan dengan Melakukan Pemborosan. .
*Kerusakan Kesepuluh: Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga..! .

Sesungguhnya Merayakan malam tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang bermanfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. .
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang, . مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” .

Mengikuti Ritual-Budaya Orang Kafir, Maka Akan jadi Seperti Mereka ! . Sesungguhnya Allah yang telah menganugerahkan kepada kita nikmat yang paling agung, yaitu nikmat Islam. Nikmat ini tidak bisa ditandingi oleh nikmat-nikmat yang lain.
Dengannya, kita berada di atas petunjuk. Mengamalkannya akan menghantarkan kepada keselamatan dan kebahagiaan dunia-akhirat. . Karenanya, kita harus senantiasa bersyukur atas nikmat ini dengan menjaganya dan memohon keteguhan dalam berpegang teguh dengannya hingga kematian menjemput.

Karena Allah telah membuat satu adat kebiasaan, bahwa siapa yang hidup di atas sesuatu maka ia akan wafat di atasnya, dan siapa yang mati di atas sesuatu maka ia akan dibangkitkan sesuai dengan kondisi saat itu. . “Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” . --.

(QS. Ali Imran: 102) . Janganlah ada kesengajaan berpaling dari Islam, karena akan membuat rugi dunia-akhirat. Sesungguhnya musuh-musuh Islam senantiasa berusaha merusak nikmat yang agung ini dengan berbagai cara dan dengan segenap kekuatan yang dimilikinya. “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” . --.

(QS. Al-Taubah: 32) . Mereka hendak menjadikan kaum muslimin kafir, sebagaimana mereka telah kafir. Allah 'Azza wa Jalla berfirman, “Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka).” . --.

(QS. Al-Nisa’: 89) . Usaha mereka untuk menghancurkan Islam tersebut sudah dimulai sejak era Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu era Khulafa’ rasyidin, dan dilanjutkan pada era-era sesudahnya hingga zaman kita sekarang. Senjata yang mereka gunakan sangat beragam seperti ekonomi, budaya, atau kekuatan militer, dan yang lainnya. Namun tujuannya yang mereka inginkan sama, yaitu menghancurkan Islam dan memurtadkan kaum muslimin darinya. .

Kesimpulan ini bukan tanpa alasan atau tuduhan yang tidak berdasar. Tapi, dengan kabar berita dan peringatan yang telah Allah sampaikan kepada Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam. Bahkan Kabar tersebut menyebutkan, kelompok yang ingin merusak Islam bukan dari satu kelompok saja, tapi juga dari kalangan musyrikin, Yahudi, Nasrani, Atheis, dan dari kaum munafikin. .

Allah berfirman tentang permusuhan kaum musyrikin,

. وَلا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ .
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” . --.

(QS. Al-Baqarah: 217) . Allah menerangkan tentang permusuhan Yahudi dan Nasrani terhadap kaum muslimin, .

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ .
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” . --.

(QS. Al-Baqarah; 120) . Yahudi dan Nasrani berusaha untuk mengajak kaum muslimin untuk mengikuti ajaran mereka (di antaranya adalah budaya dan tradisi mereka), dan berusaha mempropagandakannya ajaran bathil-nya kepada umat Islam. .

وَقَالُوا كُونُوا هُوداً أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوا قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ .
“Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk". Katakanlah: "Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik".” . --. (QS. Al-Baqarah: 135) .

|Maka Marilah kita renungkan bersama semua Nasehat dan peringatan ini , demi tegaknya Aqidah Tauhid dan kita selisihi kaum Kuffar, sehingga kita semua terhindar dari perkara-perkara bathil.


Dan Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hidayah dan taufiq-Nya kepada kita semua agar bisa berpegang dengan ajaran Islam dan diselamatkan dari segala bentuk meniru-niru orang kafir. Karena seorang muslim semestinya tahu bahwa tidak ada agama yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali agama Islam, dan bahwa agama ini telah menghapus agama-agama yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. Sehingga kalau agama yang benar yang dibawa oleh para rasul saja dihapus dengan datangnya agama yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, lalu bagaimana dengan agama yang sudah berubah sebagaimana agama Yahudi dan Nashara yang ada sekarang ini? Maka tentunya sangatlah tercela perbuatan orang-orang yang meniru-niru ritual buruk Orang Kafir...!



Itulah di antara beberapa kerusakan dalam perayaan tahun baru. Sebenarnya masih banyak kerusakan lainnya yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu dalam tulisan ini karena saking banyaknya. Seorang muslim tentu akan berpikir seribu kali sebelum melangkah karena sia-sianya merayakan tahun baru. Jika ingin menjadi baik di tahun mendatang bukanlah dengan merayakannya. Seseorang menjadi baik tentulah dengan banyak bersyukur atas nikmat waktu yang Allah berikan.

Bersyukur yang sebenarnya adalah dengan melakukan ketaatan kepada Allah, bukan dengan berbuat maksiat dan bukan dengan membuang-buang waktu dengan sia-sia. Lalu yang harus kita pikirkan lagi adalah apakah hari ini kita lebih baik dari hari kemarin? Pikirkanlah apakah hari ini iman kita sudah semakin meningkat ataukah semakin anjlok! Itulah yang harus direnungkan seorang muslim setiap kali bergulirnya waktu.
Ya Allah, perbaikilah keadaan umat Islam saat ini. Perbaikilah keadaan saudara-saudara kami yang jauh dari aqidah Islam. Berilah petunjuk pada mereka agar mengenal agama Islam ini dengan benar.
“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Hud: 88)
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam

Toleransi Islam Terhadap Agama Lainnya

Agama Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan. Kedalian bagi siapa saja, yaitu menempatkan sesuatu sesuai tempatnya dan memberikan hak sesuai dengan haknya. Begitu juga dengan toleransi dalam beragama. Agama Islam melarang keras berbuat zalim dengan agama selain Islam dengan merampas hak-hak mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (QS. Al-Mumtahah: 8)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah menafsirkan, “Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menyambung silaturrahmi, membalas kebaikan , berbuat adil kepada orang-orang musyrik, baik dari keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka tidak memerangi kalian karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan.” [1]
Akan tetapi toleransi ada batasnya dan tidak boleh kebablasan. Semisal mengucapkan “selamat natal” dan menghadiri acara ibadah atau ritual kesyirikan agama lainnya. Karena jika sudah urusan agama, tidak ada toleransi dan saling mendukung.
Berikut beberapa bukti bahwa Islam adalah agama yang menjunjung toleransi terhadap agama lainnya dan tentunya bukan toleransi yang kebablasan, diantaranya:
1. Ajaran berbuat baik terhadap tetangga meskipun non-muslim
Berikut ini teladan dari salafus shalih dalam berbuat baik terhadap tetangganya yang Yahudi. Seorang tabi’in dan beliau adalah ahli tafsir, imam Mujahid, ia berkata, “Saya pernah berada di sisi Abdullah bin ‘Amru sedangkan pembantunya sedang memotong kambing. Dia lalu berkata,
ياَ غُلاَمُ! إِذَا فَرَغْتَ فَابْدَأْ بِجَارِنَا الْيَهُوْدِي
Wahai pembantu! Jika anda telah selesai (menyembelihnya), maka bagilah dengan memulai dari tetangga Yahudi kita terlebih dahulu”.
Lalu ada salah seorang yang berkata,
آليَهُوْدِي أَصْلَحَكَ اللهُ؟!
(kenapa engkau memberikannya) kepada Yahudi? Semoga Allah memperbaiki kondisimu”.
‘Abdullah bin ’Amru lalu berkata,
إِنِّي سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوْصِي بِالْجَارِ، حَتَّى خَشَيْنَا أَوْ رُؤِيْنَا أَنَّهُ سَيُوّرِّثُهُ
‘Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat terhadap tetangga sampai kami khawatir kalau beliau akan menetapkan hak waris kepadanya.” [2]
2. Bermuamalah yang baik dan tidak boleh dzalim terhadap keluarga dan kerabat meskipun non-muslim
Misalnya pada ayat yang menjelaskan ketika orang tua kita bukan Islam, maka tetap harus berbuat baik dan berbakit kepada mereka dalam hal muamalah. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15)
3. Islam melarang keras membunuh non-muslim kecuali jika mereka memerangi kaum muslimin.
Dalam agama Islam orang kafir yang boleh dibunuh adalah orang kafir harbi yaitu kafir yang memerangi kaum muslimin. Selain itu semisal orang kafir yang mendapat suaka atau ada perjanjian dengan kaum muslimin semisal kafir dzimmi, kafir musta’man dan kafir mu’ahad, maka dilarang keras untuk dibunuh. Jika melanggar maka ancamannya sangat keras.
مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. ”[3]
4. Adil dalam hukum dan peradilan terhadap non-muslim
Contohnya ketika Umar bin Khattab radhiallahu’anhu membebaskan dan menaklukkan Yerussalem Palestina. Beliau menjamin warganya agar tetap bebas memeluk agama dan membawa salib mereka. Umar tidak memaksakan mereka memluk Islam dan menghalangi mereka untuk beribadah, asalkan mereka tetap membayar pajak kepada pemerintah Muslim. Berbeda ketika bangsa dan agama lain mengusai, maka mereka melakukan pembantaian.
Umar bin Khattab juga memberikan kebebasan dan memberikan hak-hak hukum dan perlindungan kepada penduduk Yerussalem walaupun mereka non-muslim.
Ajakan toleransi agama yang “kebablasan”
Toleransi berlebihan ini, ternyata sudah ada ajakannya sejak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperjuangkan agama Islam.
Suatu ketika, beberapa orang kafir Quraisy yaitu Al Walid bin Mughirah, Al ‘Ash bin Wail, Al Aswad Ibnul Muthollib, dan Umayyah bin Khalaf menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menawarkan tolenasi kebablasan kepada beliau, mereka berkata:
يا محمد ، هلم فلنعبد ما تعبد ، وتعبد ما نعبد ، ونشترك نحن وأنت في أمرنا كله ، فإن كان الذي جئت به خيرا مما بأيدينا ، كنا قد شاركناك فيه ، وأخذنا بحظنا منه . وإن كان الذي بأيدينا خيرا مما بيدك ، كنت قد شركتنا في أمرنا ، وأخذت بحظك منه
Wahai Muhammad, bagaimana jika kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Apabila ada sebagaian dari ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, maka kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya.”[4]
Kemudian turunlah ayat berikut yang menolak keras toleransi kebablasan semacam ini,
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ. لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Katakanlah (wahai Muhammad kepada orang-orang kafir), “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 1-6).
Demikian semoga bermanfaat.

Catatan [1] Taisir Karimir Rahman hal. 819, Dar Ibnu Hazm, Beirut, cet. Ke-1, 1424 H
[2] Al Irwa’ Al-ghalil no. 891
[3] HR. An Nasa’i. dishahihkan oleh Syaikh Al Albani
[4] Tafsir Al Qurthubi 20: 225, Darul Kutub Al-Mishriyyah, cet. Ke-II, 1386 H

Jahiliyah

Islam sangat membenci kebodohan. Karena, kebodohan adalah sumber malapetaka. Selama manusia tenggelam dalam lumpur kebodohan, selama itulah manusia akan merasakan derita. Dan akibat terbesar yang dialami umat manusia karena kebodohan adalah penyimpangan akidah atau keyakinan.
Kata ”jahiliyyah” yang secara bahasa berarti kedobohan, yang disematkan kepada kaum musyrikin sebelum datang Islam adalah terma yang merangkum keseluruhan makna penyelewengan dalam beribadah, kezaliman dan pembangkangan terhadap kebenaran. Jahiliyah terbesar adalah penyembahan kepada selain Allah atau syirik. Ia adalah ciri paling dominan untuk kata jahiliyah. Karena itu, masa sebelum pengutusan yang bergelimang kesyirikan disebut jaman jahiliyah.
Menurut para ulama, pada asalnya kata jahiliyyah merujuk pada makna kondisi bangsa Arab pada periode pra-Islam. Kondisi yang diliputi kebodohan tentang Allah, Rasul-Nya, syariat agama, berbangga-bangga dengan nasab, kesombongan dan sejumlah penyimpangan lainnya. Namun jahiliyah juga bisa berupa sifat yang ada pada seseorang yang sudah memeluk Islam. Jahiliyah dengan makna ini ditunjukkan oleh sabda Rasul yang berbunyi,
Ada empat perkara jahiliyyah yang tidak ditinggalkan umatku…” (HR. Muslim)
Juga hadis lain yang Rasulullah ucapkan kepada Abu Dzar,
Sesungguhnya pada dirimu ada sifat jahiliyyah.” (HR. Bukhari Muslim)
Intinya, jahiliah adalah kata untuk seluruh perkara yang bertentangan dengan ajaran Islam, baik pelanggaran besar yang berakibat kekafiran atau pelanggaran kecil yang tidak berakibat kekafiran. Semuanya dikatakan jahiliyah karena seluruh pelanggaran atau perkara yang bertentangan dengan ajaran Islam tidak mungkin bersumber dari ilmu, melainkan dari kebodohan. Baik pelanggaran itu disebabkan karena ketidaktahuan atau karena dominasi hawa nafsu yang mengalahkan dorongan keimanan.
Dalam Al-Quran, kata jahiliyah disebutkan oleh Allah sebanyak empat kali. Masing-masing disebutkan dalam konteks sebagai sebuah keyakinan, sistem, prilaku dan watak. Untuk lebih jelas, kita akan uraikan ayat-ayat tersebut satu persatu.
Keyakinan 
Allah berfirman,
ثُمَّ أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ بَعْدِ الْغَمِّ أَمَنَةً نُعَاسًا يَغْشَى طَائِفَةً مِنْكُمْ وَطَائِفَةٌ قَدْ أَهَمَّتْهُمْ أَنْفُسُهُمْ يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ يَقُولُونَ هَلْ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ مِنْ شَيْءٍ قُلْ إِنَّ الْأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ يُخْفُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ مَا لَا يُبْدُونَ لَكَ يَقُولُونَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ مَا قُتِلْنَا هَاهُنَا قُلْ لَوْ كُنْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِمْ وَلِيَبْتَلِيَ اللَّهُ مَا فِي صُدُورِكُمْ وَلِيُمَحِّصَ مَا فِي قُلُوبِكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
“Kemudian setelah kamu berduka-cita Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan daripada kamu, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka berkata: “Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?” Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah”. Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: “Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini”. Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati (QS. Ali ‘Imran : 154)
Dalam ayat ini, Allah merekam cuplikan peristiwa yang pernah terjadi pada masa Rasulullah bersama para sahabat. Persisnya pada saat kegentingan perang yang akan dihadapi oleh kaum muslimin. Perang yang akan mereka hadapi adalah perang Uhud, perang besar kedua setelah perang Badar Kubra. Pasukan muslim menderita kekalahan dalam perang tersebut.
Dalam kondisi genting itu, Allah memberikan pasukan muslimin rasa tenang dan aman, dengan kantuk yang Allah karuniakan. Sambil memegang persenjataan perang, kaum muslimin saat itu dihinggapi rasa kantuk. Seorang sahabat yang mengalami kejadian itu, Abu Thalah, mengisahkan, ”aku adalah salah satu diantara orang-orang yang disergap rasa kantuk pada hari perang uhud hingga pedang yang aku pegang berulang kali terjatuh. Terjatuh, lalu aku raih lagi. Terjatuh lagi dan aku raih lagi” (HR. Bukhari).
Itu adalah kondisi kaum muslimin yang beriman, berkeyakinan kokoh dan tawakal saat itu. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa tenang ketika menghadapi situasi apa pun. Adapun orang-orang munafik, yang saat itu juga bersama kaum muslimin, Allah kisahkan dalam ayat tersebut adalah orang-orang yang cemas, takut dan dihinggapi kegetiran yang sangat. Yang menyebabkan mereka tersiksa dalam kondisi itu adalah, sebagaimana yang dikabarkan Allah dalam ayat ini, karena mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah.
 Dzan al-Jahiliyyah, atau prasangka jahiliah yang terdapat dalam ayat ini digunakan untuk mewakili suatu kondisi keyakinan, yaitu keyakinan yang lemah, dangkal dan dipenuhi keraguan.
Sistem Hukum
Allah berfirman,
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ (49) أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ(50)
”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah : 49-50)
Ayat ini menerangkan perintah Allah dalam menegakkan sistem hukum yang telah Allah turunkan bagi segenap manusia di muka bumi. Hukum Allah adalah hukum yang paripurna dan paling adil. Tidak ada keadilan kecuali jika hukum Allah diterapkan bagi segenap kehidupan manusia di dunia. Selain hukum Allah, tidak ada hukum yang akan sanggup menciptakan kemakmuran, kesejahteraan dan keharmonisan bagi seluruh makhluk yang hidup di atas muka bumi ini.
Perintah untuk melaksanakan hukum Allah, dalam ayat ini Allah lanjutkan dengan larangan mengikuti hawa nafsu. Ini artinya, bahwa selain hukum Allah, apa pun bentuknya, adalah hukum dan aturan yang berdasarkan hawa nafsu manusia.  Hukum-hukum yang diciptakan dengan reka-reka akal manusia bukan hukum yang menjamin kehidupan yang baik di dunia, terlebih lagi di akhirat kelak. Semua hukum itu sesat dan sangat jauh dari kebenaran. Allah berfirman, ”…maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan” (QS. Yunus : 32)
Pada ayat yang kedua, Allah mengingkari orang-orang yang melenceng dari hukum Allah. Sistem hukum selain milik Allah itu Allah nyatakan dalam ayat kedua tersebut sebagai hukmul jahiliyyah atau sistem hukum jahiliah. Yaitu sistem hukum dan aturan hidup yang bersumber dari kebodohan, seperti yang pernah dilakukan oleh orang-orang musyrik sebelum datang Islam.
Bagi orang-orang yang bertauhid bersih dan beriman kuat, sistem hidup yang Allah letakkan adalah sistem yang paling baik. Mereka tidak menginginkan hukum selain yang Allah turunkan. Mereka tidak alergi dengan hukum itu apalagi sampai membenci, memerangi dan menjegal penerapannya. Karena ketundukan yang diperolehnya dari rasa iman dan tauhid yang telah mengkristal itulah mereka sangat percaya menggantungkan semua hidupnya diatur oleh Dzat yang Mahatahu, Mahaberkuasa dan Maha bijaksana.
Perilaku
Allah berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا (33)
 “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku (tabarruj) seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab : 33)
Ayat ini melarang para wanita kamu muslimin untuk berhias dan bertingkah laku (tabarruj) seperti orang-orang jahiliah. Wanita jahiliah adalah wanita yang tidak mengenal kesopanan dalam berpakaian, bertingkah laku dan bergaul dengan lawan jenis. Karena tingkah laku yang tanpa aturan itu, fahisyah dan kemungkaran tersebar di mana-mana.
Islam kemudian datang dengan sejumlah aturan yang membatasi pergaulan dan interaksi kaum wanita. Demi keseimbangan sosial dan kenyamanan hidup bermasyarakat, etika pergaulan ini Allah tetapkan agar ketimpangan dan keserawutan hidup bisa dicegah dan ditanggulangi. Tentu saja sejumlah aturan ini bukan untuk memasung kebebasan dan mengerangkeng hak-hak hidup manusia.
Persoalan interaksi tidak bisa berjalan dengan bebas aturan dan sekehendak hati. Proses interaksi yang kondusif dan benilai positif adalah akumulasi dari prilaku masyarakat yang tertib, bertanggungjawab dan mengindahkan norma-norma pergaulan. Tanpa hal itu, ketentraman hidup yang menjadi cita-cita bersama akan sulit dipertahankan.
Khusus mengenai proses interaksi antara laki-laki dan perempuan, ini termasuk salah satu bentuk interaksi yang mesti diatur. Larangan berkhalwat, ikhtilath dan berzinah serta perintah untuk menjaga pandangan (ghadhdul bashar), menutup aurat dan menikah adalah seperangkat etika yang berprinsip menjunjung moralitas dan ketertiban.
Watak
Allah berfirman,
إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا (26)
“Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan (hamiyyah) jahiliah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al-Fath : 26)
Ayat ini turun menanggapi sikap kaum musyrikin Quraisy dalam peristiwa perjanjian Hudaibiyyah. Mereka menolak Nabi dan rombongan para sahabat sebanyak tujuhratus orang memasuki Mekkah untuk melaksanakan umrah pada tahun itu. Mereka juga menolak kalimat “bismillahirr rahmanir rahim” saat akan dituliskan dalam lembar perjanjian. Namun kaum muslimin saat itu diberikan Allah ketenangan. Mereka bersabar dan tidak terbawa emosi. Mereka tetap mematuhi ketentuan Allah.
Ayat ini menggambarkan kondisi hati kaum musyrikin yang dipenuhi watak kesombongan dan fanatisme kelompok. Reputasi semu ke-kaum-an yang mereka banggakan membuatnya merasa tidak pantas memakai sesuatu di luar tradisinya. Sikap pembelaan atas dasar kelompoknya telah membutakan hati mereka dari kebenaran. Itulah kaum musyrikin Quraisy dulu yang sombong, angkuh dan keras kepala. Watak buruk itulah yang menghalangi sampainya hidayah dan ilmu kepada mereka.
Padahal kebenaran telah jelas bagi mereka. Sama sekali mereka tidak dapat mematahkan argumentasi kebenaran Islam. Justru Islam membeberkan kepada mereka bahwa landasan kebenaran yang mereka yakini itu tidak berdaya, lemah dan dangkal. Tidak pantas lalu keyakinan yang berdasar pada dasar yang rapuh itu masih diikuti, dibela, diperjuangkan dan dipertahankan dengan membabi-buta.
Wallahu ‘alam, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad.

Terlarangnya Mengucapkan Selamat Natal bagi Muslim

Tidak lama lagi, akan terdengar, akan terpampang tulisan yang dibaca “Merry Christmas”, atau yang artinya Selamat Hari Natal. Dan biasanya, momen ini disandingkan dengan ucapan Selamat Tahun Baru.
Sebagian orang menganggap ucapan semacam itu tidaklah bermasalah, apalagi yang yang berpendapat demikian adalah mereka orang-orang kafir. Namun hal ini menjadi masalah yang besar, ketika seorang muslim mengucapakan ucapan selamat terhadap perayaan orang-orang kafir.
Dan ada juga sebagian di antara kaum muslimin, berpendapat nyeleneh sebagaimana pendapatnya orang-orang kafir. Dengan alasan toleransi dalam beragama!? Toleransi beragama bukanlah seperti kesabaran yang tidak ada batasnya. Namun toleransi beragama dijunjung tinggi oleh syari’at, asal di dalamnya tidak terdapat penyelisihan syari’at. Bentuk toleransi bisa juga bentuknya adalah membiarkan saja mereka berhari raya tanpa turut serta dalam acara mereka, termasuk tidak perlu ada ucapan selamat.
Islam mengajarkan kemuliaan dan akhlak-akhlak terpuji. Tidak hanya perlakuan baik terhadap sesama muslim, namun juga kepada orang kafir. Bahkan seorang muslim dianjurkan berbuat baik kepada orang-orang kafir, selama orang-orang kafir tidak memerangi kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman,
لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah: 8)
Namun hal ini dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk menggeneralisir sikap baik yang harus dilakukan oleh seorang muslim kepada orang-orang kafir. Sebagian orang menganggap bahwa mengucapkan ucapan selamat hari natal adalah suatu bentuk perbuatan baik kepada orang-orang nashrani. Namun patut dibedakan antara berbuat baik (ihsan) kepada orang kafir dengan bersikap loyal (wala) kepada orang kafir.

Alasan Terlarangnya Ucapan Selamat Natal

1- Bukanlah perayaan kaum muslimin
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa perayaan bagi kaum muslimin hanya ada 2, yaitu hari ‘Idul fitri dan hari ‘Idul Adha.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata : “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata : Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya kurban (‘Idul Adha) dan hari raya ‘Idul Fitri” (HR. Ahmad, shahih).
Sebagai muslim yang ta’at, cukuplah petunjuk Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjadi sebaik-baik petunjuk.
2- Menyetujui kekufuran orang-orang yang merayakan natal
Ketika ketika mengucapkan selamat atas sesuatu, pada hakekatnya kita memberikan suatu ucapan penghargaan. Misalnya ucapan selamat kepada teman yang telah lulus dari kuliahnya saat di wisuda.
Nah,begitu juga dengan seorang yang muslim mengucapkan selamat natal kepada seorang nashrani. Seakan-akan orang yang mengucapkannya, menyematkan kalimat setuju akan kekufuran mereka. Karena mereka menganggap bahwa hari natal adalah hari kelahiran tuhan mereka, yaitu Nabi ‘Isa ‘alaihish shalatu wa sallam. Dan mereka menganggap bahwa Nabi ‘Isa adalah tuhan mereka. Bukankah hal ini adalah kekufuran yang sangat jelas dan nyata?
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Bagimu agamamu, bagiku agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6).
3- Merupakan sikap loyal (wala) yang keliru
Loyal (wala) tidaklah sama dengan berbuat baik (ihsan). Wala memiliki arti loyal, menolong, atau memuliakan orang kita cintai, sehingga apabila kita wala terhadap seseorang, akan tumbuh rasa cinta kepada orang tersebut. Oleh karena itu, para kekasih Allah juga disebut dengan wali-wali Allah.
Ketika kita mengucapkan selamat natal, hal itu dapat menumbuhkan rasa cinta kita perlahan-lahan kepada mereka. Mungkin sebagian kita mengingkari, yang diucapkan hanya sekedar di lisan saja. Padahal seorang muslim diperintahkan untuk mengingkari sesembahan-sesembahan oarang kafir.
Allah Ta’ala berfirman,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَاء مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاء أَبَداً حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (Qs. Al Mumtahanah: 4)
4- Nabi melarang mendahului ucapan salam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ
Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167). Ucapan selamat natal termasuk di dalam larangan hadits ini.
5- Menyerupai orang kafir
Tidak samar lagi, bahwa sebagian kaum muslimin turut berpartisipasi dalam perayaan natal. Lihat saja ketika di pasar-pasar, di jalan-jalan, dan pusat perbelanjaan. Sebagian dari kaum muslimin ada yang berpakaian dengan pakaian khas perayaan natal. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kaum  muslimin untuk menyerupai kaum kafir.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Pembicaraan Kelahiran Isa dalam Al Qur’an

Bacalah kutipan ayat di bawah ini. Allah Ta’ala berfirman,
فَحَمَلَتْهُ فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا (22) فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا (23) فَنَادَاهَا مِنْ تَحْتِهَا أَلَّا تَحْزَنِي قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا (24) وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا (25)
Maka Maryam mengandungnya, lalu ia mengasingkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata: ‘Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan.’ Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (QS. Maryam: 22-25)
Kutipan ayat di atas menunjukkan bahwa Maryam mengandung Nabi ‘Isa ‘alahis salam pada saat kurma sedang berbuah. Dan musim saat kurma berbuah adalah musim panas. Jadi selama ini natal yang diidetikkan dengan musim dingin (winter), adalah suatu hal yang keliru.

Ketahuilah wahai kaum muslimin, perkara yang remeh bisa menjadi perkara yang besar jika kita tidak mengetahuinya. Mengucapkan selamat pada suatu perayaan yang bukan berasal dari Islam saja terlarang (semisal ucapan selamat ulang tahun), bagaimana lagi mengucapkan selamat kepada perayaan orang kafir? Tentu lebih-lebih lagi terlarangnya.

Meskipun ucapan selamat hanyalah sebuah ucapan yang ringan, namun menjadi masalah yang berat dalam hal aqidah. Terlebih lagi, jika ada di antara kaum muslimin yang membantu perayaan natal. Misalnya dengan membantu menyebarkan ucapan selamat hari natal, boleh jadi berupa spanduk, baliho, atau yang lebih parah lagi memakai pakaian khas acara natal (santa klaus, pent.)
Allah Ta’ala telah berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah: 2).


Coba kita lihat hari ini, banyak yang disebut ustadz/ustadzah di TV ucapin selamat natal dan katakan ini khilaf, ada perselisihan di antara para ulama.
Coba bandingkan saja keilmuan dan kewara’an ulama dahulu dan ulama saat ini. Yang disebut ulama di masa kini, mereka berkata bahwa dalam ucapan selamat natal bagi musim terdapat khilaf (ada beda pendapat). Namun ulama di masa silam katakan tidak ada beda pendapat sama sekali atau itu adalah Ijma’ (kesepakatan ulama).
Coba lihat saja perkataan Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah,
“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.”
Bahkan jauh-jauh hari saja para sahabat Nabi sudah katakan jauhilah perayaan non-muslim, bukan malah dekati.
Umar berkata,
اجتنبوا أعداء الله في أعيادهم
“Jauhilah musuh-musuh Allah di perayaan mereka.”
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak boleh kaum muslimin menghadiri perayaan non muslim dengan sepakat para ulama. Hal ini telah ditegaskan oleh para fuqoha dalam kitab-kitab mereka. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad yang shahih dari ‘Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
لا تدخلوا على المشركين في كنائسهم يوم عيدهم فإن السخطة تنزل عليهم
“Janganlah kalian masuk pada non muslim di gereja-gereja mereka saat perayaan mereka. Karena saat itu sedang turun murka Allah.”
Yang disebut ulama saat ini malah ada yang turut masuk gereja untuk merayakan natal dan ucapkan selamat natal.
Kami lebih tentram dengan pendapat ulama masa silam. Mereka berpendapat di atas ilmu, di atas kewara’an dan bukan ingin cari simpati orang. Kalau mau bandingkan ilmunya pun bagaikan langit dan …. .
Tapi itulah musibah di akhir zaman, banyak muncul ustadz-ustadz selebriti yang asal berfatwa.
Hamdun bin Ahmad pernah ditanya, ” Mengapa ucapan ulama salaf lebih berkesan dibanding ucapan kita?” Jawabnya,
لأنهم تكلموالعز الإسلام ونجاة النفوس ورضا الرحمن ، ونحن نتكلم لعزالنفوس وطلب الدنيا ورضا الخلق
“Karena mereka berbicara untuk kemuliaan Islam, keselamatan jiwa manusia dan keridhaan Ar-Rahman. Sedangkan kita berbicara untuk kemuliaan diri sendiri, mencari dunia dan keridhaan manusia.” (Shifatush Shafwah, 4: 122)
Al Hasan Al Bashri mengatakan,
إنما الفقيه من يخشى الله
“Orang yang faqih (berilmu) adalah yang takut pada Allah.” Dinukil dari Talbisul Iblis karya Ibnul Jauzi. Cukup nasehat ini menjadi isyarat bagi kita manakah orang yang berilmu dan manakah orang yang cuma cari kemasyhuran dan ketenaran.

Kerancuan Ritual Natal Dari Surat Maryam

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, washalatu wassalam ‘ala Rasulillah wa ‘alihi wa sohbihi. Amma ba’d
Surat Maryam merupakan surat ke 19 dari 114 surat di dalam Kalamullah atau al-Quran. Sebagian besar isi dari surat Maryam berkisar tentang kisah Nabi Isa dan Ibunya, Maryam, dari masa Maryam mengandung Nabi Isa sampai kisah melencengnya kaum Nasrani dari Agama yang dibawa Nabi Isa. Berangkat dari hal ini, maka sudah barang tentu keabsahan Natal -yang inti acaranya adalah perayaan lahirnya Nabi Isa atau “anak Tuhan” dalam prespektif Nasrani- bisa ditilik dari surat Maryam. Setidaknya ada dua kerancuan acara Natal yang bisa disimpulkan dari firman Allah di surat Maryam, yaitu kerancuan dalam waktu dan esensi acara.

Pertama Kerancuan Waktu

Perayaan natal dilaksanakan tepat di tanggal yang diklaim sebagai tanggal kelahiran Nabi Isa. Berkenaan dengan hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan Nasrani kapan Nabi Isa dilahirkan. Pendapat yang terkenal dan diamini mayoritas pemeluk agama ini adalah 25 desember. Sebagaimana yang sudah lumrah 25 desember bertepatan dengan musim dingin di berbagai belahan dunia, layaknya Amerika bahkan di negara-negara Arab.
Menyoal kapan nabi Isa lahir, di dalam surat maryam Allah menjelaskan,
فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا (23) فَنَادَاهَا مِنْ تَحْتِهَا أَلَّا تَحْزَنِي قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا (24) وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا (25)
Kemudian rasa sakit akan melahirkan memaksanya (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia (maryam) berkata, ‘wahai, betapa (baiknya) aku mati sebelum ini, dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan.’ Maka dia (jibril) berseru kepadanya dari tempat yang rendah, ‘janganlah engkau bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) ini akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu” (Qs: Maryam 23-24).
Di dalam ayat tersebut Maryam diperintahkan untuk menggoyang pohon kurma agar buahnya gugur  dan bisa dinikmati Maryam. Lantas apa hubungan kurma dengan kelahiran nabi Isa? Bagi yang pernah tinggal di tanah Arab tentu sangat hafal betul kapan kurma ini muncul dari pohon kurma, yaitu ketika musim panas. Maka dengan ini jelas bahwa 25 Desember yang bertepatan dengan musim dingin yang diklaim sebagai kelahiran Nabi Isa merupakan sebuah kerancuan karena Nabi Isa lahir ketika musim kurma, yaitu di musim panas.

Kerancuan Kedua Esensi Perayaan Natal

Inti dari perayaan Natal adalah perayaan akan lahirnya Nabi Isa yang diyakini sebagai Anak Allah oleh kaum nasrani. Keyakinan nabi Isa sebagai anak Allah ini dicap sesat dan kufur di berbagai tempat di dalam al-Quran tak terkecuali di surat Maryam. Di dalamnya digambarkan betapa buruknya dan besarnya nilai kemungkaran keyakinan tersebut. Allah berkata di dalam surat Maryam,
تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (90) أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا (91)
Hampir saja langit pecah, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, (karena ucapan itu), Karena mereka menganggap Allah yang maha pengasih mempunyai anak” (Qs: Maryam, 90-91).
Ayat ini menegaskan kepada kita betapa ucapan dan keyakinan bahwasanya Isa adalah anak Allah dapat membuat bumi luluh lantah layaknya hari kiamat. Hal ini -sebagaimana yang diutarakan oleh Ibnu Katsir (ulama tafsir abad kedelapan hijriah), “dikarenakan gunung-gunung, langit, dan bumi merupakan makhluk yang mengesakan Allah azza wa jalla, maka ketika mendengar perkataan yang bermuatan syirik dari manusia mereka hampir saja hancur sebagai bentuk pengagungan mereka terhadap Allah ta’ala” (tafsir surat maryam ayat 88-95).
Alhasil, melihat kerancuan-kerancuan di atas maka sudah barang tentu keyakinan kaum Nasrani ini tidak dapat diterima di dalam agama Islam. Maka segala hal yang mengarah kepada dukungan ataupun apresiasi yang di praktikan dengan ucapan selamat, memakai atribut natal, dan sebagainya tidak dapat dibenarkan.
Selain itu, ayat-ayat di atas juga memberi kita pelajaran akan pentingnya membaca dan mendalami makna al-Quran agar kita terhindar dari berbagai penyimpangan sebagaimana yang kita dambakan dan kita pinta selalu ketika shalat “Ihdinassiratal Mustaqim” tunjukilah kami jalan yang lurus.


Ucapan Selamat Natal Karena Alasan Politik

Coba kita perhatikan esok hari ketika Nashrani merayakan Natal, maka kita akan melihat sebagian politikus dan caleg bahkan dari partai Islam mengucapkan selamat natal.
Seorang politikus Islam -yang tidak patut dicontoh- berkata, “Saya tiap tahun memberi ucapan selamat Natal kepada teman-teman Kristiani.”

Padahal Mengucapkan Selamat Natal itu Haram Ada beberapa alasan ucapan selamat natal itu haram.
Pertama, Natal bukan perayaan umat Islam
Hari besar Islam hanyalah dua yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Perayaan natal, kelahiran Isa -menurut Nashrani- bukan perayaan umat Islam. Dan Islam tidak pernah menjadikan hari lahir nabi sebagai hari besar.
Kedua, mengucapkan selamat natal termasuk loyal pada orang kafir.
Islam memiliki prinsip wala dan baro’, yaitu loyal pada orang muslim dan tidak mendukung orang kafir. Termasuk bentuk dukungan dan loyal pada orang kafir adalah mengucapkan selamat natal. Inilah yang dikatakan oleh para ulama.
Ibnu Hazm telah menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa loyal (wala’) pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. (Al Muhalla, 11: 138).
Ketiga, Mengucapkan selamat natal haram berdasarkan ijma’ atau kata sepakat ulama.
Ibnul Qayyim berkata, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.” (Ahkam Ahli Dzimmah, 1: 441)
Keempat, muslim diperintahkan menjauhi perayaan non muslim, bukan malah memeriahkan dan mengucapkan selamat.
Umar berkata,
اجتنبوا أعداء الله في أعيادهم
Jauhilah musuh-musuh Allah di perayaan mereka.” Disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah, 1: 724.

Mudahanah, Melakukan Keharaman Hanya untuk Suara

Mudahanah artinya berpura-pura, menyerah dan meninggalkan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar serta melalaikan hal tersebut karena tujuan duniawi atau ambisi pribadi. Maka berbaik hati, bermurah hati atau berteman dengan ahli maksiat ketika mereka berada dalam kemaksiatannya, sementara ia tidak melakukan pengingkaran padahal ia mampu kelakukannya maka itulah mudahanah.
Hal ini berarti meninggalkan cinta karena Allah dan permusuhan karena Allah. Bahkan ia semakin memberikan dorongan kepada para pendurhaka dan perusak. Maka orang penjilat atau mudahin seperti ini termasuk dalam firman Allah,
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (78) كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (79) تَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ لَهُمْ أَنْفُسُهُمْ أَنْ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَفِي الْعَذَابِ هُمْ خَالِدُونَ (80)
Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan ‘Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan.” (QS. Al Ma’idah: 78-80).
Nah … ucapan selamat natal dari para politikus bisa jadi adalah suatu bentuk mudahanah, dalam rangka cari suara. Karena jika mereka tidak mengucapkan “greeting” seperti itu, bagaimana mungkin suaranya bisa terangkat pada Pemilu 2014 mendatang?

Cari Ridha Manusia Semata

Seharusnya seseorang mencari ridha Allah, bukan cari ridha manusia yang membuat Allah murka. Dalam hadits riwayat Ibnu Hibban disebutkan,
مَنْ اِلْتَمَسَ رِضَا اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ رضي الله عنه وَأَرْضَى عَنْهُ النَّاسَ ، وَمَنْ اِلْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ
Barangsiapa yang mencari ridho Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan meridhoinya dan Allah akan membuat manusia yang meridhoinya. Barangsiapa yang mencari ridho manusia dan membuat Allah murka, maka Allah akan murka padanya dan membuat manusia pun ikut murka.”
Kalau ingin meninggalkan ucapan selamat natal, lakukanlah karena Allah, bukan karena manusia. Begitu pula jika mau ucapkan, dasarilah karena Allah, bukan karena tidak enak pada rekan, teman atau saudara. Karena sesuatu yang didasari ikhlas karena Allah, itulah yang diridhoi. Bagaimana mau dikatakan Allah ridho, sedangkan memeriahkan perayaan orang kafir saja sudah Allah larang? Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
Dan orang-orang yang tidak memberikan menghadiri az zuur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon: 72).
Yang dimaksud menghadiri acara az zuur adalah acara yang mengandung maksiat. Perayaan natal jelas-jelas adalah perayaan kekufuran yang lebih dari maksiat karena sama saja memperingati lahirnya anak Tuhan. Padahal Allah tidak memiliki anak sebagaimana disebut dalam ayat,
وَقَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ
Mereka (orang-orang kafir) berkata: “Allah mempunyai anak”. Maha Suci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepada-Nya.” (QS. Al Baqarah: 116).
Jika seorang muslim mengucapkan selamat natal pada Nashrani, maka sama saja ia setuju dengan perayaan kelahiran anak Tuhan. Na’udzu billah. Semoga Allah memberikan kepada kita keselamatan.